Spesies jamur Neonothopanus gardner berhasil ditemukan kembali di wilayah Brasilia pada 2009 oleh tim ilmuwan yang dipimpin Dennis Desjardin dari San Fransisco State University. Sebelumnya, spesies itu dinyatakan menghilang sejak tahun 1840.
Penemuan kembali spesies tersebut dimuat dalam jurnal Mycologia bulan Juli 2011. Neonothopanus gardner unik karena bisa bercahaya (bioluminescence) dalam gelap seperti kunang-kunang. Jamur yang bisa memproduksi cahaya acapkali disebut jamur hantu.
Untuk menemukan spesies ini, Desjardin dan rekannya harus keluar pada malam hari, mengarungi hutan, serta waspada dengan serangan ular dan jaguar. Dengan kamera digital, mereka memotret jamur yang diduga bioluminescence dan menganalisis sinarannya, kadang yang tak bisa dilihat mata.
"Jamur ini bercahaya 24 jam sehari selama oksigen dan air ada," kata Desjardin. Hal itu berlainan dengan hewan bioluminescence yang hanya mengeluarkan cahaya dengan pola semburan. Menurut Desjardin, hal itu menunjukkan bahwa senyawa penyebab cahaya tersedia dalam jumlah melimpah.
Menurut Desjardin, cara jamur ini memproduksi cahaya sama dengan cara kunang-kunang, yakni dengan senyawa luciferin. Enzim luciferace akan memacu interaksi senyawa tersebut dengan air dan oksigen sehingga menghasilkan senyawa baru yang mengemisikan cahaya.
Luciferin dan luciferace pada jamur sampai kini belum diidentifikasi. Alasan jamur mengeluarkan cahaya juga masih misteri. Ilmuwan menduga, cahaya berperan menarik serangga, tetapi pada kasus jamur foxfire yang mengeluarkan cahaya di mycelium-nya (unit vegetatif jamur yang terdiri atas benang-benang halus), cahaya justru membahayakan.
"Kami belum tahu mengapa hal itu terjadi. Mungkin mycelium (dalam kasus foxfire) bercahaya untuk menarik pemangsa serangga dan akan memakannya sebelum serangga sendiri berhasil memakan mycelium. Namun, sejauh ini kita belum punya data pendukung pendapat ini," urai Desjardin.
Penemuan kembali spesies tersebut dimuat dalam jurnal Mycologia bulan Juli 2011. Neonothopanus gardner unik karena bisa bercahaya (bioluminescence) dalam gelap seperti kunang-kunang. Jamur yang bisa memproduksi cahaya acapkali disebut jamur hantu.
Untuk menemukan spesies ini, Desjardin dan rekannya harus keluar pada malam hari, mengarungi hutan, serta waspada dengan serangan ular dan jaguar. Dengan kamera digital, mereka memotret jamur yang diduga bioluminescence dan menganalisis sinarannya, kadang yang tak bisa dilihat mata.
"Jamur ini bercahaya 24 jam sehari selama oksigen dan air ada," kata Desjardin. Hal itu berlainan dengan hewan bioluminescence yang hanya mengeluarkan cahaya dengan pola semburan. Menurut Desjardin, hal itu menunjukkan bahwa senyawa penyebab cahaya tersedia dalam jumlah melimpah.
Menurut Desjardin, cara jamur ini memproduksi cahaya sama dengan cara kunang-kunang, yakni dengan senyawa luciferin. Enzim luciferace akan memacu interaksi senyawa tersebut dengan air dan oksigen sehingga menghasilkan senyawa baru yang mengemisikan cahaya.
Luciferin dan luciferace pada jamur sampai kini belum diidentifikasi. Alasan jamur mengeluarkan cahaya juga masih misteri. Ilmuwan menduga, cahaya berperan menarik serangga, tetapi pada kasus jamur foxfire yang mengeluarkan cahaya di mycelium-nya (unit vegetatif jamur yang terdiri atas benang-benang halus), cahaya justru membahayakan.
"Kami belum tahu mengapa hal itu terjadi. Mungkin mycelium (dalam kasus foxfire) bercahaya untuk menarik pemangsa serangga dan akan memakannya sebelum serangga sendiri berhasil memakan mycelium. Namun, sejauh ini kita belum punya data pendukung pendapat ini," urai Desjardin.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar