Jumat, 29 November 2019
Manfaat Dan Fungsi Daun Ketapang Untuk Ikan
November 29, 2019
Manfaat daun ketapang ini sudah cukup terkenal terutama di bidang budidaya ikan maupun ikan hias, karena manfaatnya sangat bagus untuk menjaga kebersihan air, untuk kesehatan ikan dan untuk meperindah sisik, terutama buat ikan hias seperti arwana, lohan, cupang dain lain-lain.
Daun ketapang adalah daun yang sangat berguna sekali untuk penyembuhan atau pengobatan ikan, mengerti dan tahu bagaimana cara mengolah daun ketapang adalah suatu hal yang sangat penting. Terutama untuk pecinta ikan atau pembudidaya ikan.
Karena pembuatan daun ketapang yang tidak sesuai dengan prosedur akan mengakibatkan meracuni ikan anda,dan pastiny anda akan rugi besar.
Cara Mengelolah Daun Ketapang Sesuai Prosedur
Unutk mengolahnya sebenarnya sangatlah mudah, dan ada satu yang harus anda ingat! Tidak boleh meletakan daun ketapang langsung ke soliter ikan.- Cari 5 sampai 10 daun ketapang yang sudah gugur dan berwana coklat, setelah itu bersihkan dengan air sampai kotoran yang menempel pada daun itu hilang.
- Langkah selanjutnya rendam daun yang sudah di bersihkan tadi kurang lebih 10-20 menit.
- Kemudian setelah direbus ikat dengan karet atau tali lainya dan letakkan pada ember, setelah itu cari kain bekas dan basahkan kain tersebut lalu di peras dan tutup ember supaya ember menjadi lembab. Biarkan daun terendam pada air yang ada di ember selama 1 hari 24 jam.
- Setelah perendaham selama 1 hari 24 jam, lakukan pembilasan daun yang kita rendam tadi dengan air sampai bersih.
- Kemudian jemur daun yang sudah kita bersihkan secara berjejer, pastikan daun benar-benar kering ya dan biasanya penjemuran di lakukan 1 sampai 2 hari, tergantung dengan situasi cuaca juga.
- Setelah daun itu kering, sediakan ember yang besar da masukkan beberapa helai daun ketapang yang sudah kering. Dan isi air 5 sampai 6 liter saja ya. Diamkan 1 sampai 2 hari sampai air berubah warna menjadi merah kekunin-kuningan, nah berarti air itu sudah mengandung Zat Tannin dari daun ketapang.
Selain itu manfaat daun ketapang kering juga sangat di butuhkan oleh beberapa ikan seperti ikan cupang, ikan arwana, ikan louhan, dan juga ikan guppy.
Manfaat Daun Ketapang Kering untuk Ikan
Manfaat Daun Ketapang untuk Ikan Cupang
Ketika kita ingin menaikan mutu dan kualitas ikan cupang yang baik, salah satunya adalah dengan mengunakan daun ketapang ini. Karena manfaat yang paling utama adalah sebagai obat alami penyembuhan yang sangat efektif.Berikut manfaat daun ketapang bagi ikan cupang yaitu :
- Menurunkan pH Air
- Membantu melenyapkan jamur
- Mengobati luka setelah perkelahian / pemijahan
Dengan dauin ketapang ini luka pada ikan cupang bisa dengan cepat di sembuhan sebelum menimbulkan infeksi yang serius.
- Menyerap racun pada air
Selain dengan pegunaan pendeteksi air beracun yang mengandung logam tidaklah mudah pastinya anda harus mengeluarkan uang yang lumayan dan juga harus memiliki peralatan yang sangat lengakap.
Air daun ketapang sangat bisa sekali anda manfaatkan untuk menurunkan kadar beracun pada air tersebut. Salah satu fungsi dari Zat Tannin adalah untuk menyerap kandungan logam dan zat beracun pada air.
- Mengurangi stress dan mebuat sisik ikan semakin bersinar
Selain itu, banyak juga testioni-testimoni yang mengatakan akan membuat ikan cupang menjadi lebih kuat, kekar dan tahan pukul karena penggunaan daun ketapang ini.
Jadi manfaat yang paling utama dari daun ketapang buat ikan cupang yaitu untuk penyembuhan, perawatan yang sehat, dan mendukung untuk memperkuat ikan cupang laga.
Manfaat Daun Ketapang untuk Ikan Arwana
Dampak positif air daun ketapang untuk anakan ikan arwana super red.- Bisa membuat kualitas air di dalam aquarium menjadi lebih bersih dan nyaman terutama bagi anakan arwana super red, karena air ini hampir sama dengan habitat aslinya yang sedikit asam
- Air dari daun ketapang mengandung Zat Tannin, yang bisa membantu anakan arwana super red terhindar dari segala serangn penyakit, bakteri, jamur dan parasit.
- Dengan air daun ketapang ini akan membuat anakan arwan lebih nafsu makan.
- Karena sifatnya yang alami, air ini dapat kita guakan dalam jangka waktu yang cukup panjang.
- Yang pasti dengan dampak dari warna air daun ketapang yang berwarna coklat kehitam-hitama, akan membuat air dari aquarium tidak enak di pandang mata di bandingkan dengan air yang jernih.
- Daun ketapang harus rutin di ganti selama 3 minggu sekali, sehingga itu akan sedikit merepotkan kita untuk selalu menyediakan stok daun ketapang yang sudah kering.
Akan tetapi mengunakan metodi daun ketapang ini adalah salah satu solusi yang patut anda coba, karena tidak akan menimbulkan efek yang berkepanjangan untuk ikan arwana itu sendiri.
Manfaat Daun Ketapang untuk Ikan Louhan
Kecantikan dan keindahan ikan louhan adalah hal yang sangat utama untuk menigkat kan harga dan kualitas ikan louhan itu sendiri. Karena kualitas louhan yang tinggi itu tergantung dengan besar jenongnya, kecerahan pada kulit dan warna mutiara pada ikan tersebut.(Klik disini untuk tahu jenis ikan louhan termahal di dunia).
Nah, anda tidak perlu cemas dan putus asa jika warna ikan yang tiba-tiba menjadi kusam atau pun tidak terlihat bersinar lagi.
Ada satu cara alami yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kecerahan warna dan kulit pada ikan louhan yaitu dengan memberikan daun ketapang pada air aquarium. Selain itu manfaat yang di timbulkan dari daun ini pun banyak, di antaranya yaitu :
- Menigkatkan kecerahan pada warna dan kulit ikan louhan sehing ga menjadi seperti mutiara
- Mengurangin tingkat keasaman pada air yang mengakibatkan kekusamanpada kulit louhan
- Membantu menormalkan PH pada air menjadi lebih sempurna.
Ikan Guppy
- Menurunkan dan meningkatkan PH air menjadi normal kembali
- Menjernikan air, maksudnya adalah ketika daun ketapang di rendam dengan air maka otomatis air akan berubah menjadi merah kecoklatan, nah dengan air itu semua kotoran, bakteri dan parasit yang ada di dalam air akan di bersihkan secara alami.
- Warna dan kualitas ikan guppy menjadi lebih tajam lagi, dan ini berlaku untuk jenis ikan lainya.
- Sebagai sarana pangan untuk udang hias.
- Terasa seperti berada di habitat aslinya.
- Unutk mencegah dari segala penyakit jamur dan Finroot yang akan menyerang ikan guppy.
Ikan Nila
Ikan nila merupakan ikan yang hidup di air tawar, ikan yang satu ini sangat mudah sekali untuk di perkembang biakkan serta sangat mudah untuk di pasarkan dan paling sering di komsumsi sehari-harinya oleh masyarakat.Namun selain itu untuk menjaga kualitas yang baik untuk bisa bersaing di perpasaran tidak lah mudah, apa lagi jika ikan anda tidak melakukan perawatan dengan baik dan benar.
Ada salah satu cara untuk perawatan ikan nila menjadi lebih mudah, tidak memakan biaya dan juga tidak ribet.
Yaitu cukup dengan merendam beberapa helai daun ketapang ke dalam kolam, yang akan membantu membersihkan kotaran dan mengatasi atau menyembuhkan segala penyakit pada iakn nila seperti :
- Penyakit kulit
- Penyakit pada insang
- Dan penyakit pada organ dalam
10. Pulau Terindah di Dunia Yang Wajib Anda kunjungi
November 29, 2019
1 Pulau Maladewa
terletak di pinggiran samudra pasifik dan memiliki iklim tropis membuat kepulauan maladewa ini menyajikan pemandangan apik bak taman surga yang turun ke bumi, lebih dari itu di kepulauan maladewa ini banyak memiliki spesies flora dan fauna yang jarang hidup di pulau yang lain, ketika anda berkunjung ke pulau ini maka anda akan disajikan dengan terumbu karang yang indah serta pasir putih yang menghampar bagai kristal putih berkilauan
2 Pulau Bora Bora
Beralih ke negara perancis, pulau terindah di dunia yang selanjutnya ialah Pulau Bora-pora, pulau yang terletak di negara polinesia perancis ini memang berbeda dengan pulau-pulau lainnya, pasalnya selain dikenal memiliki keindahan alam yang memukau juga pulau Bora-bora ini dikenal sangat subur karena memiliki telaga vulkanik yang sangat besar, nikmati hijaunya pepohonan serta pemandian kolam air panas kala anda berkunjung ke bora-bora island in
3 Pulau Palawan, Filipina
Mengagumkan dan indah mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan keindahan pulau Palawan Filippa ini, ya disebut-sebut sebagai Heaven on the earth Pulau Palawan filipina ini memang menyajikan alam yang benar-benar memukau, terumbu karang yang tumbuh subur dengan keragaman mengesankan ikan tropis serta menawarkan spot menyelam terbaik di dunia menjadi daya tarik tersendiri di pulau Palawan ini
4 Pulau Seychelles
Pulau Seychelles merupakan salah satu pulau terindah di dunia yang Terletak di Timur Kenya, pulau Seychelles ini memang dikenal memiliki keindahan alam yang mengesankan dimana di kepulauan ini memiliki 115 terumbu karang yang langka dan tidak hidup di kepulauan lain, bahkan lebih dari itu flora dan fauna yang hidup di pulau Seychelles ini sudah diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia yang wajib dilindungi
5 Pulau Santorini
Jika anda ingin menikmati keindahan alam pantai yang memiliki spot alam bawah air yang memukau maka Santorini island cocok untuk dijadikan referensi liburan bagi keluarga anda, nikmati keindahan alam yang hijau serta keindahan alam bawah laut di pulau santorini island ini
6 Pulau Cook
Jika anda mengidam-idamkan untuk berkunjung ke pulau yang indah dan belum terjamah oleh manusia, maka kepulauan cook yang terletak di Samudra pasifik bagi selatan ini cocok bagi anda, pasalnya selain dikenal sangat indah pulau cook ini juga belum terjamah manusia, ketika anda berkunjung ke pulau ini maka anda akan disajikan dengan deretan pohon kelapa hijau yang berjejer rapi, pantai pasir putih yang berkilau bak mutiara dan juga puncak gunung berapi.
7 Pulau Dewata Bali
Mungkin tidak lengkap rasanya jika kita berbicara mengenai pulau terindah di dunia tanpa membahas pulau bali, ya pulau dewata yang terletak di Indonesia bagian timur ini memang sudah dikenal keindahannya di seluruh penjuru dunia, bahkan pulau dewata bali ini sudah berkali-kali mendapatkan penghargaan dari UNESCO sebagai salah satu pulau terindah di dunia
8 Pulau Dalmatian
Jika anda ingin menikmati pemandangan matahari tenggelam (sun set) maka tidak ada salahnya jika anda berkunjung ke pulau dalmatian ini, ya pulau yang terletak di negara kroasia ini memang dikenal karena memiliki pemandangan alam yang indah dan menarik, lebih dari itu setiap sore menjelang pantai di pulau dalmatians ini selalu diserbu oleh ribuan wisatan untuk melihat keindahan pemandangan matahari tenggelam
9 Pulau Fiji
Pulau yang satu ini mungkin sudah sangat tidak asing di telinga kita, ya fiji island atau kepulauan fiji merupakan salah satu pulau terindah di dunia yang terletak di negara Australia,di pulau ini anda akan disajikan dengan pasir putih yang berkilau bagai mutiara, birunya ombak samudra pasifik serta deretan terumbu karang yang berjejer rapi, di Musim Liburan pulau fiji menjadi salah satu pulau yang banyak dikunjungi wisatawan dunia
10 Pulau Kaua'i
Pulau Kaua’i atau lebih dikenal dengan sebutan “The garden isle” merupakan salah satu pulau terindah di dunia yang memiliki keindahan alam yang sangat mengesankan, bahkan pulau Kaua’i ini disebut-sebut sebagai taman surga firdaus yang menetes ke bumi, jika anda berkunjung ke pulau Kaua’i ini maka anda akan disajikan dengan keindahan pantai yang memukau serta pemandangan alam bawah laut yang sangat indah.
Sejarah Pulau Bali dari Zaman Prasejarah hingga Kerajaan Klungkung
November 29, 2019
Asal Usul Sejarah Pulau Bali
Sejarah Pulau Bali
– Bali adalah nama salah satu provinsi di Indonesia dan juga merupakan
nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut.
Selain
terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari
pulau-pulau yang lebih kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida,
Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Serangan.
Bali
terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota provinsinya
ialah Denpasar yang terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas
penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu.
Di
dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai
hasil seni-budayanya, khususnya bagi para wisatawan Jepang dan
Australia. Bali juga dikenal dengan sebutan Pulau Dewata dan Pulau
Seribu Pura.
Bali
telah dihuni oleh bangsa Austronesia sekitar tahun 2000 sebelum Masehi
yang bermigrasi dan berasal dari Taiwan melalui Maritime Asia Tenggara.
Budaya dan bahasa dari Orang Bali
demikian erat kaitannya dengan orang-orang dari kepulauan Indonesia,
Malaysia, Filipina, dan Oseania. Alat-alat batu yang berasal dari saat
itu telah ditemukan di dekat desa Cekik di sebelah barat pulau Bali.
Pada
masa Bali kuno, terdapat sembilan sekte Hindu yaitu Pasupata, Bhairawa,
Siwa Shidanta, Waisnawa, Bodha, Brahma, Resi, Sora dan Ganapatya.
Setiap
sekte menghormati dewa tertentu sebagai Ketuhanan pribadinya. Budaya
Bali sangat dipengaruhi oleh budaya India, Cina, dan khususnya Hindu,
mulai sekitar abad 1 Masehi.
Nama
Bali Dwipa (“pulau Bali”) telah ditemukan dari berbagai prasasti,
termasuk pilar prasasti Blanjong yang ditulis oleh Sri Kesari Warmadewa
pada tahun 914 Masehi yang menyebutkan “Walidwipa”.
Pada
masa itu sistem irigasi Subak yang kompleks sudah dikembangkan untuk
menanam padi. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya masih ada sampai
saat ini dan dapat ditelusuri kembali pada masa itu.
Kerajaan Hindu Majapahit (1293-1520 Masehi) di Jawa Timur mendirikan sebuah koloni di Bali pada tahun 1343.
Ketika masa kejayaan sudah menurun, ada eksodus besar-besaran dari intelektual, seniman, pendeta, dan musisi dari Jawa ke Bali pada abad ke-15.
ASAL USUL SEJARAH PULAU BALI
SEJARAH PULAU BALI MASA PRASEJARAH
Zaman prasejarah Bali merupakan awal dari sejarah masyarakat Bali, yang ditandai oleh kehidupan masyarakat pada masa itu yang belum mengenal tulisan.
Walaupun
pada zaman prasejarah ini belum dikenal tulisan untuk menuliskan
riwayat kehidupannya, tetapi berbagai bukti tentang kehidupan pada
masyarakat pada masa itu dapat pula menuturkan kembali keadaanya Zaman
prasejarah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang.
maka bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang sudah tentu tidak dapat memenuhi segala harapan kita.
Berkat
penelitian yang tekun dan terampil dari para ahli asing khususnya
bangsa Belanda dan putra-putra Indonesia maka perkembangan masa
prasejarah di Bali semakin terang.
Perhatian terhadap kekunaan di Bali pertama-tama diberikan oleh seorang naturalis bernama Georg Eberhard Rumpf, pada tahun 1705 yang dimuat dalam bukunya Amboinsche Reteitkamer.
Sebagai
pionir dalam penelitian kepurbakalaan di Bali adalah W.O.J. Nieuwenkamp
yang mengunjungi Bali pada tahun 1906 sebagai seorang pelukis.
Dia
mengadakan perjalanan menjelajahi Bali. Dan memberikan beberapa catatan
antara lain tentang nekara Pejeng, Trunyan, dan Pura Bukit Penulisan.
Perhatian
terhadap nekara Pejeng ini dilanjutkan oleh K.C Crucq tahun 1932 yang
berhasil menemukan tiga bagian cetakan nekara Pejeng di Pura Desa
Manuaba, Tegallalang.
Penelitian
prasejarah di Bali dilanjutkan oleh Dr. H.A.R. van Heekeren dengan
hasil tulisan yang berjudul Sarcopagus on Bali tahun 1954.
Pada tahun 1963 ahli prasejarah putra Indonesia Drs. R.P. Soejono melakukan penggalian ini dilaksanakan secara berkelanjutan yaitu tahun 1973, 1974, 1984, 1985.
Berdasarkan
hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap benda-benda temuan
yang berasal dari tepi pantai Teluk Gilimanuk diduga bahwa lokasi Situs
Gilimanuk merupakan sebuah perkampungan nelayan dari zaman perundagian
di Bali. Di tempat ini sekarang berdiri sebuah museum.
Berdasarkan
bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang di Bali, kehidupan
masyarakat ataupun penduduk Bali pada zaman prasejarah Bali dapat dibagi
menjadi :
- Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana
- Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
- Masa bercocok tanam
- Masa perundagian
SEJARAH PULAU BALI MASA BERBURU DAN MENGUMPULKAN MAKANAN TINGKAT SEDERHANA
Sisa-sisa
dari kebudayaan paling awal diketahui dengan penelitian-penelitian yang
dilakukan sejak tahun 1960 dengan ditemukan di Sambiran (Buleleng
bagian timur), serta di tepi timur dan tenggara Danau Batur (Kintamani)
alat-alat batu yang digolongkan kapak genggam, kapak berimbas, serut dan
sebagainya.
Alat-alat batu yang dijumpai di kedua daerah tersebut kini disimpan di Museum Gedong Arca di Bedulu, Gianyar.
Kehidupan penduduk pada masa ini adalah sederhana sekali, sepenuhnya tergantung pada alam lingkungannya.
Mereka
hidup mengembara dari satu tempat ketempat lainnya (nomaden).
Daerah-daerah yang dipilihnya ialah daerah yang mengandung persediaan
makanan dan air yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Hidup
berburu dilakukan oleh kelompok kecil dan hasilnya dibagi bersama.
Tugas
berburu dilakukan oleh kaum laki-laki, karena pekerjaan ini memerlukan
tenaga yang cukup besar untuk menghadapi segala bahaya yang mungkin
terjadi.
Perempuan hanya bertugas untuk menyelesaikan pekerjaan yang ringan misalnya mengumpulkan makanan dari alam sekitarnya.
Hingga
saat ini belum ditemukan bukti-bukti apakah manusia pada masa itu telah
mengenal bahasa sebagai alat bertutur satu sama lainnya.
Walaupun
bukti-bukti yang terdapat di Bali kurang lengkap, tetapi bukti-bukti
yang ditemukan di Pacitan (Jawa Timur) dapatlah kiranya dijadikan
pedoman.
Para
ahli memperkirakan bahwa alat-alat batu dari Pacitan yang sezaman dan
mempunyai banyak persamaan dengan alat-alat batu dari Sembiran,
dihasilkan oleh jenis manusia.
Pithecanthropus
erectus atau keturunannya. Kalau demikian mungkin juga alat-alat baru
dari Sambiran dihasilkan oleh manusia jenis Pithecanthropus atau
keturunannya.
SEJARAH PULAU BALI MASA BERBURU DAN MENGUMPULKAN MAKANAN TINGKAT LANJUT
Pada
masa ini corak hidup yang berasal dari masa sebelumnya masih
berpengaruh. Hidup berburu dan mengumpulkan makanan yang terdapat dialam
sekitar dilanjutkan terbukti dari bentuk alatnya yang dibuat dari batu,
tulang dan kulit kerang.
Bukti-bukti
mengenai kehidupan manusia pada masa mesolithik berhasil ditemukan pada
tahun 1961 di Gua Selonding, Pecatu (Badung).
Gua
ini terletak di pegunungan gamping di Semenanjung Benoa. Di daerah ini
terdapat goa yang lebih besar ialah Gua Karang Boma, tetapi goa ini
tidak memberikan suatu bukti tentang kehidupan yang pernah berlangsung
disana.
Dalam
penggalian Gua Selonding ditemukan alat-alat terdiri dari alat serpih
dan serut dari batu dan sejumlah alat-alat dari tulang.
Di antara alat-alat tulang terdapat beberapa lencipan muduk yaitu sebuah alat sepanjang 5 cm yang kedua ujungnya diruncingkan.
Alat-alat
semacam ini ditemukan pula di sejumlah gua Sulawesi Selatan pada
tingkat perkembangan kebudayaan Toala dan terkenal pula di Australia
Timur.
Di
luar Bali ditemukan lukisan dinding-dinding gua, yang menggambarkan
kehidupan sosial ekonomi dan kepercayaan masyarakat pada waktu itu.
Lukisan-lukisan
di dinding goa atau di dinding-dinding karang itu antara lain yang
berupa cap-cap tangan, babi rusa, burung, manusia, perahu, lambang
matahari, lukisan mata dan sebagainya.
Beberapa
lukisan lainnya ternyata lebih berkembang pada tradisi yang lebih
kemudian dan artinya menjadi lebih terang juga di antaranya adalah
lukisan kadal seperti yang terdapat di Pulau Seram dan Papua, mungkin
mengandung arti kekuatan magis yang dianggap sebagai penjelmaan roh
nenek moyang atau kepala suku.
SEJARAH PULAU BALI MASA BERCOCOK TANAM
Masa
bercocok tanam lahir melalui proses yang panjang dan tak mungkin
dipisahkan dari usaha manusia prasejarah dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya pada masa-masa sebelumnya.
Masa
neolithik amat penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan
peradaban, karena pada masa ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan
sumber-sumber alam bertambah cepat.
Penghidupan mengumpulkan makanan (food gathering) berubah menjadi menghasilkan makanan (food producing).
Perubahan
ini sesungguhnya sangat besar artinya mengingat akibatnya yang sangat
mendalam serta meluas kedalam perekonomian dan kebudayaan.
Sisa-sisa
kehidupan dari masa bercocok tanam di Bali antara lain berupa kapak
batu persegi dalam berbagai ukuran, belincung dan panarah batang pohon.
Dari
teori Kern dan teori Von Heine-Geldern diketahui bahwa nenek moyang
bangsa Austronesia, yang mulai datang di kepulauan kita kira-kira 2000
tahun S.M ialah pada zaman neolithik.
Kebudayaan
ini mempunyai dua cabang ialah cabang kapak persegi yang penyebarannya
dari dataran Asia melalui jalan barat dan peninggalannya terutama
terdapat di bagian barat Indonesia dan kapak lonjong yang penyebarannya
melalui jalan timur dan peninggalan-peninggalannya merata dibagian timur
negara kita.
Pendukung
kebudayaan neolithik (kapak persegi) adalah bangsa Austronesia dan
gelombang perpindahan pertama tadi disusul dengan perpindahan pada
gelombang kedua yang terjadi pada masa perunggu kira-kira 500 S.M.
Perpindahan bangsa Austronesia ke Asia Tenggara khususnya dengan memakai jenis perahu cadik yang terkenal pada masa ini.
Pada masa ini diduga telah tumbuh perdagangan dengan jalan tukar menukar barang (barter) yang diperlukan.
Dalam
hal ini sebagai alat berhubungan diperlukan adanya bahasa. Para ahli
berpendapat bahwa bahasa Indonesia pada masa ini adalah Melayu Polinesia
atau dikenal dengan sebagai bahasa Austronesia.
SEJARAH PULAU BALI MASA PERUNDAGIAN
Dalam
masa neolithik manusia bertempat tinggal tetap dalam kelompok-kelompok
serta mengatur kehidupannya menurut kebutuhan yang dipusatkan kepada
menghasilkan bahan makanan sendiri (pertanian dan peternakan).
Pada
masa bertempat tinggal tetap ini, manusia berdaya upaya meningkatkan
kegiatan-kegiatannya guna mencapai hasil yang sebesar-besarnya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dizaman
ini jenis manusia yang mendiami Indonesia dapat diketahui dari berbagai
penemuan sisa-sisa rangka dari berbagai tempat, yang terpenting di
antaranya adalah temuan-temuan dari Anyer Lor (Banten), Puger (Jawa
Timur), Gilimanuk (Bali) dan Melolo (Sumbawa).
Dari
temuan kerangka yang banyak jumlahnya menunjukkan ciri-ciri manusia.
Sedangkan penemuan di Gilimanuk dengan jumlah kerangka yang ditemukan
100 buah menunjukkan ciri Mongoloid yang kuat seperti terlihat pada gigi
dan muka.
Pada rangka manusia Gilimanuk terlihat penyakit gigi dan encok yang banyak menyerang manusia ketika itu.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan dapat diketahui bahwa dalam masyarakat Bali pada masa perundagian telah berkembang tradisi penguburan dengan cara-cara tertentu.
Adapun
cara penguburan yang pertama ialah dengan mempergunakan peti mayat atau
sarkofagus yang dibuat dari batu padas yang lunak atau yang keras.
Cara
penguburannya ialah dengan mempergunakan tempayan yang dibuat dari
tanah liat seperti ditemukan di tepi pantai Gilimanuk (Jembrana).
Benda-benda
temuan ditempat ini ternyata cukup menarik perhatian di antaranya
terdapat hampir 100 buah kerangka manusia dewasa dan anak-anak, dalam
keadaan lengkap dan tidak lengkap.
Tradisi
penguburan dengan tempayan ditemukan juga di Anyar (Banten), Sabbang
(Sulawesi Selatan), Selayar, Rote dan Melolo (Sumba). Di luar Indonesia
tradisi ini berkembang di Filipina, Thailand, Jepang dan Korea.
Kebudayaan megalithik ialah kebudayaan yang terutama menghasilkan bangunan-bangunan dari batu-batu besar.
Batu-batu
ini mempunyai biasanya tidak dikerjakan secara halus, hanya diratakan
secara kasar saja untuk mendapat bentuk yang diperlukan.
Di daerah Bali tradisi megalithik masih tampak hidup dan berfungsi di dalam kehidupan masyarakat dewasa ini.
Adapun temuan yang penting ialah berupa batu berdiri (menhir) yang terdapat di Pura Ratu Gede Pancering Jagat di Trunyan.
Di
pura in terdapat sebuah arca yang disebut arca Da Tonta yang memiliki
ciri-ciri yang berasal dari masa tradisi megalithik. Arca ini tingginya
hampir 4 meter.
Temuan lainnya ialah di Sembiran (Buleleng), yang terkenal sebagai desa Bali kuna, disamping desa-desa Trunyan dan Tenganan.
Tradisi megalithik di desa Sembiran dapat dilihat pada pura-pura yang dipuja penduduk setempat hingga dewasa ini.
Dari 20 buah pura ternyata 17 buah pura menunjukkan bentuk-bentuk megalithik dan pada umumnya dibuat sederhana sekali.
Di antaranya ada berbentuk teras berundak, batu berdiri dalam palinggih dan ada pula yang hanya merupakan susunan batu kali.
Temuan lainnya yang penting juga ialah berupa bangunan-bangunan megalithik yang terdapat di Gelgel (Klungkung).
Temuan yang penting di desa Gelgel ialah sebuah arca menhir yaitu terdapat di Pura Panataran Jro Agung.
Arca
menhir ini dibuat dari batu dengan penonjolan kelamin wanita yang
mengandung nilai-nilai keagamaan yang penting yaitu sebagai lambang
kesuburan yang dapat memberi kehidupan kepada masyarakat.
SEJARAH PULAU BALI PADA MASA 1343-1846
KEDATANGAN EKSPEDISI GAJAH MADA
Ekspedisi
Gajah Mada ke Bali dilakukan pada saat Bali diperintah oleh Kerajaan
Bedahulu dengan Raja Astasura Ratna Bumi Banten dan Patih Kebo Iwa.
Dengan
terlebih dahulu membunuh Kebo Iwa, Gajah Mada memimpin ekspedisi
bersama Panglima Arya Damar dengan dibantu oleh beberapa orang arya.
Penyerangan ini mengakibatkan terjadinya pertempuran antara pasukan Gajah Mada dengan Kerajaan Bedahulu.
Pertempuran
ini mengakibatkan raja Bedahulu dan putranya wafat. Setelah Pasung
Grigis menyerah, terjadi kekosongan pemerintahan di Bali.
Untuk
itu, Majapahit menunjuk Sri Kresna Kepakisan untuk memimpin
pemerintahan di Bali dengan pertimbangan bahwa Sri Kresna Kepakisan
memiliki hubungan darah dengan penduduk Bali Aga. Dari sinilah berawal
wangsa Kepakisan.
SEJARAH PULAU BALI PERIODE GELGEL
Karena ketidakcakapan Raden Agra Samprangan menjadi raja, Raden Samprangan digantikan oleh Dalem Ketut Ngulesir.
Oleh
Dalem Ketut Ngulesir, pusat pemerintahan dipindahkan ke Gelgel (dibaca
/gÉ›l’gÉ›l/). Pada saat inilah dimulai Periode Gelgel dan Raja Dalem Ketut
Ngulesir merupakan raja pertama.
Raja
yang kedua adalah Dalem Watu Renggong (1460—1550). Dalem Watu Renggong
menaiki singgasana dengan warisan kerajaan yang stabil sehingga ia dapat
mengembangkan kecakapan dan kewibawaannya untuk memakmurkan Kerajaan
Gelgel.
Di
bawah pemerintahan Watu Renggong, Bali (Gelgel) mencapai puncak
kejayaannya. Setelah Dalem Watu Renggong wafat ia digantikan oleh Dalem
Bekung (1550—1580), sedangkan raja terakhir dari zaman Gelgel adalah
Dalem Di Made (1605—1686).
SEJARAH PULAU BALI ZAMAN KERAJAAN KLUNGKUNG
Kerajaan
Klungkung sebenarnya merupakan kelanjutan dari Dinasti Gelgel.
Pemberontakan I Gusti Agung Maruti ternyata telah mengakhiri Periode
Gelgel.
Hal
itu terjadi karena setelah putra Dalem Di Made dewasa dan dapat
mengalahkan I Gusti Agung Maruti, istana Gelgel tidak dipulihkan
kembali.
Gusti
Agung Jambe sebagai putra yang berhak atas takhta kerajaan, ternyata
tidak mau bertakhta di Gelgel, tetapi memilih tempat baru sebagai pusat
pemerintahan, yaitu bekas tempat persembunyiannya di Semarapura.
Dengan
demikian, Dewa Agung Jambe (1710-1775) merupakan raja pertama zaman
Klungkung. Raja kedua adalah Dewa Agung Di Made I, sedangkan raja
Klungkung yang terakhir adalah Dewa Agung Di Made II.
Pada
zaman Klungkung ini wilayah kerajaan terbelah menjadi kerajaan-kerajaan
kecil. Kerajaan-kerajaan kecil ini selanjutnya menjadi swapraja
(berjumlah delapan buah) yang pada zaman kemerdekaan dikenal sebagai
kabupaten.
KERAJAAN – KERAJAAN PECAHAN KLUNGKUNG
- Kerajaan Badung, yang kemudian menjadi Kabupaten Badung.
- Kerajaan Mengwi, yang kemudian menjadi Kecamatan Mengwi.
- Kerajaan Bangli, yang kemudian menjadi Kabupaten Bangli.
- Kerajaan Buleleng, yang kemudian menjadi Kabupaten Buleleng.
- Kerajaan Gianyar, yang kemudian menjadi Kabupaten Gianyar.
- Kerajaan Karangasem, yang kemudian menjadi Kabupaten Karangasem.
- Kerajaan Klungkung, yang kemudian menjadi Kabupaten Klungkung.
- Kerajaan Tabanan, yang kemudian menjadi Kabupaten Tabanan.
- Kerajaan Denpasar,yang kemudian menjadi Kota Madya Denpasar
Kamis, 28 November 2019
Perkembangan Teknologi Masa Pra-Aksara
November 28, 2019
Perkembangan Teknologi Masa Pra-Aksara - Perlu kamu ketahui bahwa sekalipun belum mengenal tulisan manusia purba sudah mengembangkan kebudayaan dan teknologi. Teknologi waktu itu bermula dari teknologi bebatuan yang digunakan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan. Dalam praktiknya peralatan atau teknologi bebatuan tersebut dapat berfungsi serba guna. Pada tahap paling awal alat yang digunakan masih bersifat kebetulan dan seadanya serta bersifat trial and error. Mula-mula mereka hanya menggunakan benda-benda dari alam terutama batu. Teknologi bebatuan pada zaman ini berkembang dalam kurun waktu yang begitu panjang. Oleh karena itu, para ahli kemudian membagi kebudayaan zaman batu di era praaksara ini menjadi beberapa zaman atau tahap perkembangan. Dalam buku R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I, dijelaskan bahwa kebudayaan zaman batu ini dibagi menjadi tiga yaitu, Paleolitikum, Mesolitikum dan Neolitikum.
1. Antara Batu dan Tulang
Peralatan pertama yang digunakan oleh manusia purba adalah
alat-alat dari batu yang seadanya dan juga dari tulang. Peralatan ini
berkembang pada zaman Paleolitikum atau zaman batu tua. Zaman batu tua ini
bertepatan dengan zaman Neozoikum terutama pada akhir zaman Tersier dan awal
zaman Kuarter. Zaman ini berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu. Zaman ini
merupakan zaman yang sangat penting karena terkait dengan munculnya kehidupan
baru, yakni munculnya jenis manusia purba. Zaman ini dikatakan zaman batu tua
karena hasil kebudayaan terbuat dari batu yang relatif masih sederhana dan
kasar. Kebudayaan zaman Paleolitikum ini secara umum ini terbagi menjadi
Kebudayaan Pacitan dan Kebudayaan Ngandong.
·
Kebudayaan Pacitan
Kebudayaan ini berkembang di daerah Pacitan, Jawa Timur. Beberapa alat dari
batu ditemukan di daerah ini. Seorang ahli, von Koeningwald dalam penelitiannya
pada tahun 1935 telah menemukan beberapa hasil teknologi bebatuan atau
alat-alat dari batu di Sungai Baksoka dekat Punung. Alat batu itu masih kasar,
dan bentuk ujungnya agak runcing, tergantung kegunaannya. Alat batu ini sering
disebut dengan kapak genggam atau kapak perimbas. Kapak ini digunakan untuk
menusuk binatang atau menggali tanah saat mencari umbi-umbian. Di samping kapak
perimbas, di Pacitan juga ditemukan alat batu yang disebut dengan chopper
sebagai alat penetak. Di Pacitan juga ditemukan alat-alat serpih. setelah
Movius berhasil menyatakan temuan di Punung itu sebagai salah satu corak
perkembangan kapak perimbas di Asia Timur. Tradisi kapak perimbas yang
ditemukan di Punung itu kemudian dikenal dengan nama “Budaya Pacitan”. Budaya
itu dikenal sebagai tingkat perkembangan budaya batu awal di Indonesia. Kapak
perimbas itu tersebar di wilayah Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi
Selatan, Bali, Flores, dan Timor. Daerah Punung merupakan daerah yang
terkaya akan kapak perimbas dan hingga saat ini merupakan tempat penemuan
terpenting di Indonesia. Pendapat para ahli condong kepada jenis manusia
Pithecanthropus atau keturunan-keturunannya sebagai pencipta budaya Pacitan.
Pendapat ini sesuai dengan pendapat tentang umur budaya Pacitan yang diduga
dari tingkat akhir Plestosin Tengah atau awal permulaan Plestosin Akhir.
·
Kebudayaan
Ngandong Kebudayaan Ngandong berkembang di daerah Ngandong dan juga
Sidorejo, dekat Ngawi. Di daerah ini banyak ditemukan alat-alat dari batu dan
juga alat-alat dari tulang. Alat-alat dari tulang ini berasal dari tulang
binatang dan tanduk rusa yang diperkirakan digunakan sebagai penusuk atau
belati. Selain itu, ditemukan juga alat-alat seperti tombak yang bergerigi. Di
Sangiran juga ditemukan alat-alat dari batu, bentuknya indah seperti kalsedon.
Alatalat ini sering disebut dengan flakes.Sebaran artefak dan peralatan
paleolitik cukup luas sejak dari daerah-daerah di Sumatra, Kalimantan,
Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan
Halmahera.
2. Antara Pantai dan Gua
Zaman batu terus berkembang memasuki zaman batu madya atau batu
tengah yang dikenal zaman Mesolitikum. Hasil kebudayaan batu madya ini sudah
lebih maju apabila dibandingkan hasil kebudayaan zaman Paleolitikum (batu tua).
Sekalipun demikian, bentuk dan hasil-hasil kebudayaan zaman Paleolitikum tidak
serta merta punah tetapi mengalami penyempurnaan. Bentuk flakes dan alat-alat dari
tulang terus mengalami perkembangan. Secara garis besar kebudayaan Mesolitikum
ini terbagi menjadi dua kelompok besar yang ditandai lingkungan tempat tinggal,
yakni di pantai dan di gua.
·
Kebudayaan
Kjokkenmoddinger. Kjokkenmoddinger istilah dari bahasa Denmark, kjokken berarti
dapur dan modding dapat diartikan sampah (kjokkenmoddinger = sampah dapur).
Dalam kaitannya dengan budaya manusia, kjokkenmoddinger merupakan tumpukan
timbunan kulit siput dan kerang yang menggunung di sepanjang pantai Sumatra
Timur antara Langsa di Aceh sampai Medan. Dengan kjokkenmoddinger ini dapat
memberi informasi bahwa manusia purba zaman Mesolitikum umumnya bertempat
tinggal di tepi pantai. Pada tahun 1925 Von Stein Callenfels melakukan
penelitian di bukit kerang itu dan menemukan jenis kapak genggam (chopper) yang
berbeda dari chopper yang ada di zaman Paleolitikum. Kapak genggam yang
ditemukan di bukit kerang di pantai Sumatra Timur ini diberi nama pebble atau
lebih dikenal dengan Kapak Sumatra. Kapak jenis pebble ini terbuat dari batu
kali yang pecah, sisi luarnya dibiarkan begitu saja dan sisi bagian dalam
dikerjakan sesuai dengan keperluannya. Di samping kapak jenis pebble juga
ditemukan jenis kapak pendek dan jenis batu pipisan (batu-batu alat
penggiling). Di Jawa batu pipisan ini umumnya untuk menumbuk dan menghaluskan
jamu.
·
Kebudayaan Abris Sous
Roche Kebudayaan abris sous roche merupakan hasil kebudayaan yang
ditemukan di gua-gua. Hal ini mengindikasikan bahwa manusia purba pendukung
kebudayaan ini tinggal di gua-gua. Kebudayaan ini pertama kali dilakukan
penelitian oleh Von Stein Callenfels di Gua Lawa dekat Sampung, Ponorogo.
Penelitian dilakukan tahun 1928 sampai 1931. Beberapa hasil teknologi bebatuan
yang ditemukan misalnya ujung panah, flakes, batu penggilingan. Juga ditemukan
alat-alat dari tulang dan tanduk rusa. Kebudayaan abris sous roche ini banyak
ditemukan misalnya di Besuki, Bojonegoro, juga di daerah Sulawesi Selatan
seperti di Lamoncong.
3. Mengenal Api
Bagi manusia purba, proses penemuan api merupakan bentuk inovasi
yang sangat penting. Berdasarkan data arkeologi, penemuan api kira-kira terjadi
pada 400.000 tahun yang lalu. Penemuan pada periode manusia Homo erectus. Api
digunakan untuk menghangatkan diri dari cuaca dingin. Dengan api kehidupan
menjadi lebih bervariasi dan berbagai kemajuan akan dicapai. Teknologi
api dapat dimanfaatkan manusia untuk berbagai hal. Di samping itu
penemuan api juga memperkenalkan manusia pada teknologi memasak makanan, yaitu
memasak dengan cara membakar dan menggunakan bumbu dengan ramuan tertentu.
Manusia juga menggunakan api sebagai senjata. Api pada saat itu digunakan
manusia untuk menghalau binatang buas yang menyerangnya. Api dapat juga
dijadikan sumber penerangan. Melalui pembakaran pula manusia dapat menaklukkan
alam, seperti membuka lahan untuk garapan dengan cara membakar hutan. Kebiasaan
bertani dengan menebang lalu bakar (slash and burn) adalah kebiasaan kuno yang
tetap berkembang sampai sekarang. Pada awalnya pembuatan api dilakukan dengan
cara membenturkan dan menggosokkan benda halus yang mudah terbakar dengan benda
padat lain. Sebuah batu yang keras, misalnya batu api, jika dibenturkan ke
batuan keras lainnya akan menghasilkan percikan api. Percikan tersebut kemudian
ditangkap dengan dedaunan kering, lumut atau material lain yang kering hingga
menimbulkan api. Pembuatan api juga dapat dilakukan dengan menggosok suatu
benda terhadap benda lainnya, baik secara berputar, berulang, atau bolak-balik.
Sepotong kayu keras misalnya, jika digosokkan pada kayu lainnya akan
menghasilkan panas karena gesekan itu kemudian menimbulkan api.
Penelitian-penelitian arkeologi di Indonesia sejauh ini belum menemukan sisa
pembakaran dari periode ini. Namun bukan berarti manusia purba di kala itu
belum mengenal api. Sisa api yang tertua ditemukan di Chesowanja, Tanzania,
dari sekitar 1,4 juta tahun lalu, yaitu berupa tanah liat kemerahan bersama
dengan sisa tulang binatang. Akan tetapi belum dapat dipastikan apakah manusia
purba membuat api atau mengambilnya dari sumber api alam (kilat, aktivitas
vulkanik, dll). Hal yang sama juga ditemukan di China (Yuanmao, Xihoudu,
Lantian), di mana sisa api berusia sekitar 1 juta tahun lalu. Namun belum dapat
dipastikan apakah itu api alam atau buatan manusia. Teka-teki ini masih belum
dapat terpecahkan, sehingga belum dipastikan apakah bekas tungku api di
Tanzania dan Cina itu merupakan hasil buatan manusia atau pengambilan dari
sumber api alam.
4. Sebuah Revolusi
Perkembangan zaman batu yang dapat dikatakan paling penting
dalam kehidupan manusia adalah zaman batu baru atau neolitikum. Pada zaman
neolitikum yang juga dapat dikatakan sebagai zaman batu muda. Pada zaman ini
telah terjadi “revolusi kebudayaan”, yaitu terjadinya perubahan pola hidup
manusia. Pola hidup food gathering digantikan dengan pola food
producing. Hal ini seiring dengan terjadinya perubahan jenis pendukung
kebudayannya. Pada zaman ini telah hidup jenis Homo sapiens sebagai pendukung
kebudayaan zaman batu baru. Mereka mulai mengenal bercocok tanam dan beternak
sebagai proses untuk menghasilkan atau memproduksi bahan makanan. Hidup
bermasyarakat dengan bergotong royong mulai dikembangkan. Hasil kebudayaan yang
terkenal di zaman neolitikum ini secara garis besar dibagi menjadi dua tahap
perkembangan.
·
Kebudayaan Kapak
Persegi. Nama kapak persegi berasal dari penyebutan oleh von Heine Geldern.
Penamaan ini dikaitkan dengan bentuk alat tersebut. Kapak persegi ini
berbentuk persegi panjang dan ada juga yang berbentuk trapesium. Ukuran
alat ini juga bermacam-macam. Kapak persegi yang besar sering disebut dengan
beliung atau pacul (cangkul), bahkan sudah ada yang diberi tangkai sehingga
persis seperti cangkul zaman sekarang. Sementara yang berukuran kecil dinamakan
tarah atau tatah. Penyebaran alat-alat ini terutama di Kepulauan Indonesia
bagian barat, seperti Sumatra, Jawa dan Bali. Diperkirakan sentra-sentra
teknologi kapak persegi ini ada di Lahat (Palembang), Bogor, Sukabumi,
Tasikmalaya (Jawa Barat), kemudian Pacitan-Madiun, dan di Lereng Gunung Ijen
(Jawa Timur). Yang menarik, di Desa Pasirkuda dekat Bogor juga ditemukan batu
asahan. Kapak persegi ini cocok sebagai alat pertanian.
·
Kebudayaan Kapak
Lonjong. Nama kapak lonjong ini disesuaikan dengan bentuk penampang alat ini
yang berbentuk lonjong. Bentuk keseluruhan alat ini lonjong seperti bulat
telur. Pada ujung yang lancip ditempatkan tangkai dan pada bagian ujung yang
lain diasah sehingga tajam. Kapak yang ukuran besar sering disebut walzenbeil
dan yang kecil dinamakan kleinbeil. Penyebaran jenis kapak lonjong ini terutama
di Kepulauan Indonesia bagian timur, misalnya di daerah Papua, Seram, dan
Minahasa. Pada zaman Neolitikum, di samping berkembangnya jenis kapak batu juga
ditemukan barang-barang perhiasan, seperti gelang dari batu, juga alat-alat
gerabah atau tembikar. Perlu kamu ketahui bahwa manusia purba waktu itu sudah
memiliki pengetahuan tentang kualitas bebatuan untuk peralatan. Penemuan dari
berbagai situs menunjukkan bahan yang paling sering dipergunakan adalah jenis
batuan kersikan (silicified stones), seperti gamping kersikan, tufa kersikan,
kalsedon, dan jasper. Jenis-jenis batuan ini di samping keras, sifatnya Gambar 1.3
6 Gerabah Sumber: Direktorat Geografi Sejarah. 2009. Atlas Prasejarah
Indonesia. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Gambar 1.35 Kapak
lonjong Sumber: Direktorat Geografi Sejarah. Atlas Prasejarah. Jakarta:
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. 2009. yang retas dengan pecahan yang
cenderung tajam dan tipis, sehingga memudahkan pengerjaan. Di beberapa situs
yang mengandung fosil-fosil kayu, seperti di Kali Baksoka (Jawa Timur) dan Kali
Ogan (Sumatra Selatan) tampak ada upaya pemanfaatan fosil untuk bahan
peralatan. Pada saat lingkungan tidak menyediakan bahan yang baik, ada
kecenderungan untuk memanfaatkan batuan yang tersedia di sekitar hunian,
walaupun kualitasnya kurang baik. Contoh semacam ini dapat diamati pada situs
Kedunggamping di sebelah timur Pacitan, Cibaganjing di Cilacap, dan Kali Kering
di Sumba yang pada umumnya menggunakan bahan andesit untuk peralatan.
·
Perkembangan Zaman
Logam. Mengakhiri zaman batu masa Neolitikum maka dimulailah zaman logam.
Sebagai bentuk masa perundagian. Zaman logam di Kepulauan Indonesia ini agak
berbeda bila dibandingkan dengan yang ada di Eropa. Di Eropa zaman logam ini
mengalami tiga fase, zaman tembaga, perunggu dan besi. Di Kepulauan Indonesia
hanya mengalami zaman perunggu dan besi. Zaman perunggu merupakan fase
yang sangat penting dalam sejarah. Beberapa contoh bendabenda kebudayaan
perunggu itu antara lain: kapak corong, nekara, moko, berbagai barang
perhiasan. Beberapa benda hasil kebudayaan zaman logam ini juga terkait dengan
praktik keagamaan misalnya nekara.
5. Konsep Ruang pada Hunian (Arsitektur)
Menurut Kostof, arsitektur telah mulai ada pada saat
manusia mampu mengolah lingkungan hidupnya. Pembuatan tanda-tanda di alam yang
membentang tak terhingga itu untuk membedakan dengan wilayah lainnya. Tindakan
untuk membuat tanda pada suatu tempat itu dapat dikatakan sebagai bentuk awal
dari arsitektur. Pada saat itu manusia sudah mulai merancang sebuat tempat.
Bentuk arsitektur pada masa praaksara dapat dilihat dari tempat hunian manusia
pada saat itu. Mungkin kita sulit membayangkan atau menyimpulkan bentuk rumah
dan bangunan yang berkembang pada masa praaksara saat itu. Dari pola mata
pencaharian manusia yang sudah mengenal berburu dan melakukan pertanian
sederhana dengan ladang berpindah memungkinkan adanya pola pemukiman yang telah
menetap. Gambar-gambar dinding goa tidak hanya mencerminkan kehidupan
seharihari, tetapi juga kehidupan spiritual. Cap-cap tangan dan lukisan di goa
yang banyak ditemukan di Papua, Maluku, dan Sulawesi Selatan dikaitkan dengan
ritual penghormatan atau pemujaan nenek moyang, kesuburan, dan inisiasi. Gambar
dinding yang tertera pada goa-goa mengambarkan pada jenis binatang yang diburu
atau binatang yang digunakan untuk membantu dalam perburuan. Anjing adalah
binatang yang digunakan oleh manusia praaksara untuk berburu binatang. Bentuk
pola hunian dengan menggunakan penadah angin, menghasilkan pola menetap pada
manusia masa itu. Pola hunian itu sampai saat ini masih digunakan oleh Suku
Bangsa Punan yang tersebar di Kalimantan. Bentuk hunian itu merupakan bagian
bentuk awal arsitektur di luar tempat hunian di goa. Secara sederhana penadah
angin merupakan suatu konsep tata ruangan yang memberikan secara implisit
memberikan batas ruang. Pada kehidupan dengan masyarakat berburu yang masih
sangat tergantung pada alam, mereka lebih mengikut ritme dan bentuk geografis
alam. Dengan demikian konsep ruang mereka masih kurang bersifat geometris
teratur. Pola garis lengkung tak teratur seperti aliran sungai, dan pola spiral
seperti route yang ditempuh mungkin adalah citra pola ruang utama mereka. Ruang
demikian belum mengutamakan arah utama. Secara sederhana dapatlah kita
lihat bahwa, pada masa praaksara konsep tata ruang, atau yang saat ini kita
kenal dengan arsitektur itu sudah mereka kenal.[gs]
Langganan:
Postingan (Atom)