Rabu, 17 Agustus 2011

Pura Puncak Sinunggal

Pura Puncak Sinunggal

Yato yatah samihase, tato no abhayam kuru.

Sam nah kuru prajabhyo, abhayam nah pasubhyah.

(Yajurveda XXXVI, 22)

Maksudnya:

Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan perlindungan kepada kami, semoga tidak ada sesuatu yang menakutkan kami dari semua arah. Ya Tuhan anugerahkanlah kesejahteraan kepada anak cucu dan hewan peliharaan kami hidupnya tanpa bahaya.

SALAH satu tujuan berbakti pada Tuhan adalah untuk memohon perlindungan dari berbagai godaan hidup dalam berbagai bentuk. Demikian juga memohon kepada Tuhan untuk dilimpahkan kebijaksanaan sebagai dasar untuk mewujudkan kesejahteraan hidup.Tuhan sesungguhnya telah memberikan berbagai anugerah kepada umat manusia untuk dapat melindungi dirinya dari berbagai halangan hidup. Di samping berusaha sesuai dengan kemampuan masing-masing, manusia juga hendaknya selalu berdoa kepada Tuhan untuk mendapat perlindungan dan kebijaksanaan untuk menyelenggarakan hidupnya di dunia ini. Melindungi diri dan membangun sikap hidup yang bijak juga menjadi tanggung jawab para pemimpin publik. Bahkan, para pemimpin publik memiliki tanggung jawab yang jauh lebih besar daripada rakyat biasa. Untuk menjalankan tanggung jawab tersebut para pemimpin pun menguatkan jati dirinya dengan selalu berbakti kepada Tuhan. Tuhan dalam fungsinya sebagai penuntun umat manusia melindungi dirinya dari halangan dan membangun sikap hidup yang bijak di puja sebagai Dewa Ganesa. Pura Pucak Sinunggal di Desa Tajun Kecamatan Kubu Tambahan Buleleng pada mulanya sebagai media untuk memuja Tuhan sebagai Dewa Ganesa. Menurut Ida Sri Bhagawan Dwija Nawa Sandi, Pura Puncak Sinunggal itu sudah berdiri sejak zaman pemerintahan Kesari Warma Dewa. Tentunya saat itu Pura Puncak Sinunggal belum seluas dan selengkap seperti sekarang ini. Dewa Ganesa adalah manifestasi Tuhan sebagai Wighna-ghna Dewa dan sebagai Dewa Winayaka. Wighna artinya halangan yang sering menghadangi suatu perbuatan baik dan benar. Untuk menegakkan kebaikan dan kebenaran diperlukan kekuatan mental spiritual yang tangguh agar semua halangan dapat diatasi dengan baik. Untuk itulah, Tuhan dipuja sebagai Dewa Ganesa. Dewa Ganesa dipuja sebagai Dewa Winayaka untuk memohon tuntunan untuk mengembangkan kebijaksanaan yang benar dan tepat agar kebijaksanaan itu benar-benar berguna menciptakan kesejahteraan yang adil dan langgeng bagi seluruh rakyat. Karena itu, Pura Puncak Sinunggal banyak dikunjungi oleh para pejabat untuk bersembahyang untuk memohon tuntunan agar dapat mengembangkan kebijaksanaan yang benar dan tepat dalam rangka membangun kesejahteraan publik Sampai saat ini Pura Puncak Sinunggal banyak dikunjungi oleh umat terutama bagi mereka yang punya jabatan memimpin rakyat. Hal ini sangatlah tepat. Karena sebagai pemimpin publik akan menghadapi banyak cobaan dan halangan dalam mengembangkan berbagai kebijaksanaannya membangun kehidupan yang aman dan sejahtera bagi rakyatnya. Karena itu, Arca Ganesa bukanlah sebagai arca pelengkap dekorasi di suatu pura. Perluasan dan kelengkapan pelinggih Pura Puncak Sinunggal itu diperluas pada zaman Pemerintahan Raja Panji Sakti di Kerajaan Buleleng. Pura Puncak Sinunggal ini juga menjadi tempat suci raja untuk bermeditasi membangun dirinya untuk mendapatkan kekuatan dalam menghadapi berbagai halangan dan tantangan dalam mengembangkan kebijaksanaan memimpin kerajaan membangun kesejahteraan yang adil bagi rakyatnya. Sampai saat ini Pura Puncak Sinunggal banyak dikunjungi oleh para pejabat. Semoga tujuan para pejabat bersembahyang ke Pura Puncak Sinunggal untuk memohon kekuatan rohani untuk membangun kebijaksanaan dalam menghadapi berbagai halangan dalam membangun keamanan (raksanam) dan kesejahteraan (danam) bagi masyarakat luas. Itulah memang swadharma para pemimpin publik. Pada zaman dahulu fasilitas lalu lintas tentunya sangat terbatas. Saat raja mengadakan pemujaan ke Pura Besakih sebagai hulunya Bali Rajya tidaklah semudah dewasa ini melakukannya. Apalagi Pura Besakih berada di luar daerah kekuasaan Kerajaan Buleleng. Sejak Pemerintahan Raja Panji Sakti itulah Pura Puncak Sinunggal diperluas fungsinya. Di samping sebagai pemujaan Tuhan sebagai Dewa Ganesa juga sebagai pemujaan Batara di Gunung Agung atau Pura Besakih yaitu memuja Tuhan sebagai Sang Hyang Tri Purusa. Sang Hyang Tri Purusa itu sebagai jiwa Bhuwana Agung. Sebagai jiwa Bhur Loka di Tuhan disebut Batara Siwa. Sebagai jiwa Bhuwah Loka disebut Sadha Siwa dan sebagai jiwa Swah Loka disebut Parama Siwa. Pura Puncak Sinunggal juga sebagai tempat umat Hindu di Buleleng melakukan upacara Segara Gunung sebagai upacara penutup dari upacara Atma Wedana. Upacara Atma Wedana atau Memukur. Upacara Atma Wedana bertujuan untuk memohon peningkatan status Atman orang yang meninggal. Menurut Lontar Gayatri saat Ngaben Atman ditingkatkan statusnya dari Preta menjadi Pitara. Setelah upacara Atma Wedana Sang Pitara mencapai Sidha Dewata dan disebut Dewa Pitara. Saat sebagai Dewa Pitara inilah dilakukan upacara Segara Gunung. Untuk di Kabupaten Buleleng upacara Segara Gunung itu dilakukan di Pura Puncak Sinunggal sebagai Pura Gunung dan Pura Ponjok Batu sebagai Pura Segaranya terutama bagi umat Hindu di Buleleng Timur. Sedangkan di Buleleng Barat dapat dilakukan di Pura Pulaki sebagai Pura Segaranya. Pura Puncak Sinunggal dalam kedudukannya sebagai Pura Gunung melambangkan Lingga atau Purusa yaitu Tuhan sebagai jiwa Bhuwana Agung. Sedangkan pura yang berkedudukan sebagai Pura Segara adalah simbol Predana. Upacara Segara Gunung itu dari segi tattwanya melambangkan permohonan agar pertemuan Purusa dan Predana berlangsung lebih dalam. Karena menurut keyakinan Hindu pertemuan Purusa dan Predana atau Lingga Yoni itu akan mendatangkan sumber-sumber kemakmuran. Seperti semakin teraturnya musim. Dengan musim yang teratur maka pengembangan pertanian dan peternakan akan menjadi lebih produktif. Kalau pertanian dan peternakan itu maju maka industri pun akan lebih mudah berkembang. Apalagi disertai dengan perilaku berbisnis yang normatif dan bermoral.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar