Pada umunya orang yang Masiet Peteng, berkelahi dengan menggunakan black magic (Ilmu Hitam) adalah Balian Pangiwa yang dikuasi oleh tujuh kegelapan, yaitu: peteng pitu, tujuh hal yang menyebabkan pikiran gelap; kecantikan, kekayaan, kepandaian, kebangsawanan, kemudaan, minuman keras, kebranian (yang berlebihan). Black magic atau ilmu hitam sering disebut dengan pengeléakan, karena didorong oleh tujuh kegelapan, pada umumnya mereka lebih cepat emosi menghadapi permasalahan dalam kehidupan. Ketika mereka bertemu pada orang yang memiliki tingkat emosional yang sama, dan sama-sama berprofesi sebagai Balian, maka terjadilah siat peteng. Bila dua léak bermusuhan kemudian bertemu, akan terjadi pertempuran. Pada léak yang tingkatannya tinggi, maka yang terlihat adalah endihan cahayanya akan lebih besar atau sinar seperti meteor. Dan ilmunya yang lebih rendah maka sinarnya seperti kunang-kunang yang saling menyambar diudara. Kadang-kadang pertempuran ini berlangsung beberapa saat, kemudian keduanya menghilang, dan sinar tersebut akan meluncur kerumah Balian yang kalah. Yang kalah akan merasakan tubuhnya seperti ditusuk-tusuk dengan jarum, dalam posisi sedang tidur dirumah atau berada di depan sanggah cukcuk. Besok paginya, léak yang kalah ini akan muntah darah dan kemudian mati mendadak.
Dalam Kamus Bahasa Bali (Tim, 1999:521,645, 397). Menguraikan bahwa; Siat, perang; rames, perang hebat; masiat berperang, berkelahi; pasiat perang; wayange rame pesan, perang wayang itu amat ramai (hebat); siatang adu berperang; siatanga diadunya berperang, siatin, perangi; siatina, diperanginya; nyiating mengadu; nyiatin memerangi; pasiatan, peperangan; kasiatang diadu berperang; kasiatin, diperangi. Peteng, malam; mameteng, dalam keadaan gelap; peteng pitu, tujuh hal yang menyebabkan pikiran gelap, kecantikan, kekayaan, kepandaian, kebangsawanan, kemudaan, minuman keras, kebranian; kena pepeteng kena kegelapan waktu malam karena perbuatan sihir. Léak, jadi-jadian dengan mempergunakan ilmu hitam; léakina, mengganggu dengan ilmu hitam hingga saki.
Dalam Usada Bali dijelaskan (Nala, 2002:113,185) bahwa; bila dua léak bermusuhan kemudian bertemu, akan terjadi pertempuran. Pada léak yang tingkatannya tinggi, maka yang terlihat adalah endihan atau sinar seperti meteor atau kunang-kunang yang saling menyambar diudara. Kadang-kadang pertempuran ini berlangsung beberapa saat, tetapi kebanyakan hanya sesaat saja, kemudian keduanya menghilang. Yang kalah akan merasakan tubuhnya seperti ditusuk-tusuk dengan jarum, pada hal dia sedang tidur atau berada di depan sanggah cukcuk. Besok paginya, léak yang kalah ini akan muntah darah dan kemudian mati mendadak. Lukanya dapat dilihat kalau mayatnya dimandikan dengan air kelapa gading. Tanpa air kelapa ini tubuh mayat akan tampak bersih tidak ada cacat luka. Tetapi léak yang telah luka dalam yang parah, kalau belum mati, dapat memohon kepada léak lawannya untuk menunda kematiannya hingga dia selesai mesangih, upacara potong gigi yang termasuk Manusa Yadnya. Itulah sebabnya orang yang menunda waktu mesangihnya, dicurigai sebagai korban kalah panga-léak-kan-nya dengan léak lain yang lebih sakti. Dia menunda kematiannya dengan mengulur waktu mesangihnya sampai pada ajalnya. Bila tidak demikian sesuai dengan perjanjian, begitu selesai masangih, dia langsung akan mati, akibat luka dalam yang dipendamnya selama ini. (Nala, 2002:113,185)
Lebih lanjut dijelaskan bahwa; Léak membuat orang menjadi sakit, bukan dengan masuk ke dalam badan orang yang dituju, tetapi dengan cara menakut-nakuti, sehingga dia menjadi sakit, akibat ketakutan yang amat sangat. Bagi mereka yang berani, tidak pernah takut kepada apapun, orang yang selalu melaksanakan kebenaran, melakukan dharma agama dengan penuh ketekunan, tidak akan mempan oleh kesaktian leyak ini. Orang semacam ini dikatakan kebal terhadap léak. Malahan léak Pamoron yang mengubah wujudnva menjadi binatang, akan dilihat oleh orang biasa sesuai dengan wajah sebenarnya. Léak ini dikatakan léak matah. Léak yang mentah, tidak mampu menakuti orang, karena tidak dapat berubah wujud, yang dapat menakut-nakuti orang sehingga sakit. Penangkal léak yang paling utama adalah ingat kepada Hyang Widhi dan melakukan ajaran dharma agama dengan benar dan baik.
Biasanya pekerjaan ini dilakukan oleh orang yang mengambil profesi sebagai Dukun atau Balian Pangiwa. istilah dukun di Bali sering disebut Balian, Tapakan atau Jero Dasaran. Yang dimaksudkan dengan Balian ini adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk mengobati orang yang sakit. Kemampuan untuk menyembuhkan atau mengobati ini diperoleh dengan berbagai cara. Tidaklah seperti di dunia pengobatan modern, dokter atau para medik. Mereka adalah pengobat tradisional yang mendapatkan keahliannya berdasarkan atas tradisi, keturunan. taksu, pica atau dapat pula akibat belajar pada seorang yang telah menjadi Balian, dari berbagai cara lainnya. Pendidikan yang formal seperti dalam dunia kedokteran modern. Karcna itu ada beberapa Balian yang tidak mau disebut Balian alau Jero Dasaran. Mereka hanya mengaku sebagai orang yang menolong, bukan mengobati. Dia hanya mapitulung dan bukan matatambanan. Orang lainlah yang menyebut dia sebagai Balian atau dukun, bukan dirinya sendiri. Berdasarkan atas berbagai kriteria maka Balian di Bali dikelompokkan sebagai berikut : Berdasarkan tujuannya dikenal 2 macam Balian, yakni Balian Panengen dan Balian Pangiwa. Berdasarkan alas perolehan keahliannya, Balian terdiri alas 4 kelompok. yakni : 1). Balian Katakson, 2). Balian Kapican, 3). Balian Usada dan 4). Balian Campuran.
Balian Panengen adalah Balian yang tujuannya mengobati orang yang sakit sehingga menjadi sembuh. Balian ini sering pula disebut Balian Ngardi Ayu, dukun yang berbuat kebaikan. Dalam mitos rwa-bhineda. dua hal yang selalu bertentangan dalam satu kesatuan, kala tengen atau kanan berarti pihak yang baik dan lawannya, kiri atau kiwa berarti pihak yang jahat. Balian tipe ini pada umumnya bersifat ramah, terbuka, penuh wibawa dan suka menolong. Siapapun akan dilolongnya, tidak membedakan apakah dia orang baik atau jahal, orang miskin atau kaya, semua dilayani sesuai dengan penyakit yang dideritanya.
Balian Pangiwa, Balian ini sebenarnya dasar pengetahuannya hampir sama dengan Balian Panengen. Hanya sasaran yang dituju berbeda. Balian Pangiwa bertujuan bukan untuk menyembunkan orang yang sakit, tetapi membuat orang yang sehat menjadi sakit dan orang yang sakit menjadi bertambah sakit, bahkan sampai meninggal. Orang yang dimusuhi oleh Balian Pangiwa akan menerima akibat berupa sakit yang dapat dibuat oleh Balian ini. Begitu pula terhadap musuh kila, dengan meminta pertolongan pada Balian Pangiwa musuh kita akan menderita sakit bahkan sampai mati, karena kesaktian aji wegig dari Balian ini. Itulah sebabnya Balian tipe ini sering disebut Balian Aji wegig, dukun yang menjalankan kekuatan membencanai orang lain atau berbuat jahil, usil terhadap orang lain. Balian jenis ini amat sukar dilacak. Pekerjaannya penuh rahasia, tertutup dan misteri. Tidak sembarang orang yang datang kepadanya dipenuhi keinginannya untuk membencanai musuh atau orang yang dibenci. Diselidiki dengan seksama disertai ketelitian yang tinggi akan maksud orang yang datang meminta tolong itu. Setelah yakin bahwa orang yang datang itu dapat dipercaya barulah diberikan apa yang diminta, membuat orang yang dimusuhi menjadi sakit. Sering pula Balian tipe ini mengganggu Balian Panengen pada waktu mengobati orang sakit, sehingga tidak sembuh-sembuh. Jahil dan usil merupakan sisi lain dari Balian Aji Wegig ini. Mendatangkan hujan pada waklu orang scdang mclakukan upacara, menahan hujan (nerang) pada waktu orang sedang bercocok tanam, serta menguji kesaktian dengan Balian lainnya adalah kegemaran dari Balian Pangiwa ini. Di samping itu Balian ini mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan, terutama orang yang terkena aji wegignya sendiri atau dari orang lain. Jenis dukun inilah yang melakukan berbagai cara untuk membuat korbannya sakit dengan mempelajari ilmu pangeléakan, desti, papasang sasirep, bebahi dan lain-lainnya. Dalam melakukan aksinya Balian Pangiwa ini sering bertemu dan berkelahi secara magis dengan Balian Panengen. Pada umumnya Balian Pangiwa selalu kalah dengan Balian Panengen, karena Hyang Widhi selalu berpihak pada yang benar. Ajaran pangiwa dan panengen berasal dari satu sumber, tetapi pelaksanaannya yang berbeda karena didasari oleh tujuan yang berlainan. Yang satu bertujuan untuk membencanai orang dan yang satu bermaksud untuk menyembuhkan orang.
Balian Katakson, balian jenis ini adalah Balian yang mendapat keahlian melalui tak Taksu adalah kekuatan gaib yang masuk ke dalam diri seseorang mempengaruhi orang tersebut, baik cara berpikir, berbicara maupun tingkah lakunya. Karena kemasukan taksu inilah orang tersebul mempunyai kemampuan untuk mengobati orang sakit. Itulah sebabnya dia dinamai Balian Katakson (ka + taksu + an), dukun yang kataksuan, kemasukan taksu (kasurupan). Dia berfungsi sebagai mediator, penghubung. Balian ini termasuk balian penengen, hanya untuk mengobati.
Balian Kapican, balian Kapican adalah orang yang mendapat benda bertuah yang dap dipergunakan untuk menyembuhkan orang yang sakit. Benda bertuah ini disebut pica. Pica ini dapat berupa keris kecil, batu permata, tulang, gigi besi atau logam lainnya, gigi kilap, serta benda lain yang bentuknya aneh. Ada malahan yang berupa binatang seperti kucing, burung, anjing atau binatang lainnya. Benda pica ini diperoleh biasanya melalui petunjuk dalam mimpi. Di dalam mimpinya dijelaskan tentang tempat benda tersebut dan khasiatnya untuk pengobatan. Kalau berupa binatang, maka dia akan datang sendiri atau dijemput disuatu tempat. Dengan mempergunakan benda-benda atau binatang pica ini dia mampu menyembuhkan orang yang sakit. Sejak itu mereka disebut Balian Kapican, dukun yang mendapat pica atau yang kapican (ka + pi + ca + an) oleh suatu kekuatan gaib.
Balian Usada, yang dimaksud dengan Balian Usada ini adalah seseorang yang dengan sadar belajar tentang ilmu pengobatan, baik melalui aguru waktera, belaja pada seorang Balian yang telah mahir dalam ilmu pengobatan mampu belajar sendiri melalui lontar usada. Karena untuk menjadi balian tipe ini melalui proses belajar, maka orang Barat menyebut balian jenis ini dengai julukan dokter Bali. Kemampuan pengetahuan Balian jenis ini baik di bidang anatomi dan fisiologi maupun di bidang patologi. pharmakologi dan farmasi adalah amat mengagumkan mereka. Begitu pula dalam hal men-diagnosis, terapi dan prognosis suatu penyakit kebanyakan tepat. Dan kepustakaan para Balian Usada ini cukup memadai.
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa; Masiet Peteng, yang disebut dengan black magic (Ilmu Hitam) dilakukan oleh Balian Pangiwa yang dikuasi oleh emosi negatif terkait dengan kehidupannya sehari-hari. Ketika mereka bertemu pada orang yang memiliki tingkat emosional yang sama, dan sama-sama berprofesi sebagai Balian, maka terjadilah siat peteng. Bila dua léak bermusuhan kemudian bertemu pada umumnya, matanya saling molotot, saling masebeng ini sebagai awal akan terjadi pertempuran. Pada léak yang ilmunya tinggi, cahayanya akan lebih besar seperti meteor dan yang ilmunya lebih rendah cahanya lebih kecil seperti kunang-kunang. Ini akan saling menyambar di udara, yang berlangsung hanya sesaat. Cahaya yang menang akan mengejar cahaya yang kalah sampai di atas rumahnya. Kemudian keduanya menghilang, yang kalah akan merasakan tubuhnya seperti ditusuk-tusuk dengan jarum, dalam posisi sedang tidur dirumah atau berada di depan sanggah cukcuk. Besok paginya, léak yang kalah ini akan muntah darah dan kemudian mati mendadak, atau mati atas pengampunan dari Balian yang menang. (ww)
Penulis : Dr. Ida Ayu Gde Yadnyawati, M.Pd
Tanggal : 2012-08-05
(MAJALAH KEBUDAYAAN BALI TAKSU ISSN:834X)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar